Konservasi Hiu Paus
Populasi Hiu Paus terancam oleh aktivitas penangkapannya (dengan menggunakan harpun), atau secara tak sengaja terbawa dalam jaring ikan. Nelayan di berbagai tempat (India, Pakistan, Maladewa, Taiwan, dan Filipina) menangkap dan memperdagangkan ikan ini untuk dagingnya, minyak liver, serta siripnya yang berharga mahal. Di Indonesia, hampir setiap tahun diberitakan adanya hiu tutul yang terdampar di pantai atau terjerat jaring nelayan. Catatan ini setidaknya ada mulai tahun 1980, ketika seekor geger lintang terdampar di pantai Ancol, hingga baru-baru ini, tatkala dua ekor ikan serupa tersesat dan mati di pantai selatan Yogyakarta di bulan Agustus 2012. Akan tetapi, kejadian terbanyak adalah di sekitar Selat Madura, di mana tingginya lalu lintas kapal dan keruwetan jaring nelayan mungkin menyumbang pada kematian geger lintang di setiap tahunnya.
IUCN, badan konservasi dunia, karenanya memasukkan populasi geger lintang ini ke dalam status Rentan (Vulnerable). Kerentanan menghadapi penangkapan ikan komersial ini disimpulkan karena nilainya yang tinggi dalam perdagangan, sifatnya yang selalu mengembara dan bermigrasi dalam jarak jauh, sifat hidupnya yang menurut pola seleksi-K, serta kelimpahan umumnya yang rendah. Bersama dengan enam spesies hiu yang lain, geger lintang juga telah dimasukkan ke dalam daftar Memorandum of Understanding (MoU) on the Conservation of Migratory Sharks di bawah Konvensi Bonn
Upaya konservasi dan perlindungan jenis ini juga telah dilakukan beberapa negara, terutama berupa larangan untuk memburu, menangkap, dan memperdagangkan cucut besar ini. Filipina, misalnya, telah menerbitkan larangan menangkap, menjual, mengimpor atau mengekspornya sejak 1998. Larangan ini kemudian diikuti oleh India pada 2001 dan Taiwan pada 2007. Maladewa bahkan telah melindunginya semenjak 1995.Akan tetapi di Indonesia hewan ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup memadai.
0 komentar:
Posting Komentar